KEBUDAYAAN PAPUA
SEJARAH KEBUDAYAAN RIAU
Sejarah
dan Budaya Asli Pekanbaru – Kota Pekanbaru, siapa yang tak kenal dengan
Pekanbaru saat ini? Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau yang oleh
masyarakat Indonesia dikenal dengan hasil buminya yang melimpah dan daerah yang
kental akan tradisi nilai-nilai kemelayuannya. Keberadaan Kota Pekanbaru yang
ramai dan maju inipun menyimpan sejarah dan cerita tersendiri bagi masyarakat
Riau. Ada dua versi mengenai asal-mula kota ini yaitu versi sejarah dan versi
cerita rakyat.
Menurut
versi sejarah, pada masa silam kota ini hanya berupa dusun kecil yang dikenal
dengan sebutan Dusun Senapelan, yang dikepalai oleh seorang Batin (kepala
dusun). Dalam perkembangannya, Dusun Senapelan berpindah ke tempat pemukiman
baru yang kemudian disebut Dusun Payung Sekaki, yang terletak di tepi Muara
Sungai Siak. Perkembangan Dusun Senapelan ini erat kaitannya dengan
perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura. Pada masa itu, raja Siak Sri
Indrapura yang keempat, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, bergelar Tengku Alam
(1766-1780 M.), menetap di Senapelan, yang kemudian membangun istananya di
Kampung Bukit berdekatan dengan Dusun Senapelan (di sekitar Mesjid Raya
Pekanbaru sekarang). Tidak berapa lama menetap di sana, Sultan Abdul Jalil
Alamudin Syah kemudian membangun sebuah pekan (pasar) di Senapelan, tetapi
pekan itu tidak berkembang. Usaha yang telah dirintisnya tersebut kemudian
dilanjutkan oleh putranya, Raja Muda Muhammad Ali di tempat baru yaitu di
sekitar pelabuhan sekarang.
Selanjutnya,
pada hari Selasa tanggal 21 Rajab 1204 H atau tanggal 23 Juni 1784 M.,
berdasarkan musyawarah datuk-datuk empat suku (Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar
dan Kampar), negeri Senapelan diganti namanya menjadi Pekan Baharu. Sejak saat
itu, setiap tanggal 23 Juni ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru. Mulai
saat itu pula, sebutan Senapelan sudah ditinggalkan dan mulai populer dengan
sebutan Pekan Baharu. Sejalan dengan perkembangannya, kini Pekan Baharu lebih
populer disebut dengan sebutan Kota Pekanbaru, dan oleh pemerintah daerah
ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Riau.
Jauh
sebelum Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah, putra Sultan Abdul Djalil Rahmat
Syah memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Siak dari Sungai Mempura ke
Senapelan pada 1763 Masehi, Petapahan dan Teratak Buluh juga menjadi pusat
perdagangan yang cukup ramai pada saat itu. Kedua daerah ini tempat
berkumpulnya para pedagang dari pedalaman Sumatera membawa hasil pertanian,
hasil hutan, dan hasil tambang.
Oleh
para pedagang, hasil pertanian, hasil hutan dan hasil tambang tersebut mereka
bawa ke Singapura dan Malaka mengunakan perahu. Untuk jalur perdagangan Sungai
Kampar, pusat perdagangannya terletak di Teratak Buluh. Sedangkan pusat
perdagangan jalur Sungai Siak terletak di Petapahan. Perdagangan jalur Sungai
Kampar kondisinya kurang aman, perahu pedagang sering hancur dan karam dihantam
gelombang (Bono) di Kuala Kampar dan sering juga terjadi perampokan yang
dilakukan oleh para lanun. Sedangkan Sungai Siak termasuk jalur perdagangan
yang cukup aman.
Senapelan
ketika itu hanya sebuah dusun kecil yang letaknya di kuala Sungai Pelan, hanya
dihuni oleh dua atau tiga buah rumah saja (sekarang tepatnya di bawah Jembatan
Siak I). Pada saat itu di sepanjang Sungai Siak, mulai dari Kuala Tapung sampai
ke Kuala Sungai Siak (Sungai Apit) sudah ada kehidupan, hanya pada saat itu
rumah-rumah penduduk jaraknya sangat berjauhan dari satu rumah ke rumah
lainnya. Ketika itu belum ada tradisi dan kebudayaan, yang ada hanya bahasa,
sebagai alat komunikasi bagi orang-orang yang tinggal di pinggir Sungai Siak.
Bahasa
sehari-hari yang mereka pakai adalah bahasa Siak, bahasa Gasib, bahasa Perawang
dan bahasa Tapung, karena orang-orang inilah yang lalu-lalang melintasi Sungai
Siak. Pada saat itu pengaruh bahasa Minang, bahasa Pangkalan Kota Baru dan
bahasa Kampar belum masuk ke dalam bahasa orang-orang yang hidup di sepanjang
Sungai Siak.
Setelah
Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Siak
dari Sungai Mempura ke Senapelan, pembesar-pembesar kerajaan serta orang-orang
dalam kerajaan serta keluarganya ikut pindah ke Senapelan. Dan pada saat itulah
tradisi serta budaya, bahasa sehari-hari terbawa pindah ke Senapelan.
Di
Senapelan, sultan membangun istana (istana tersebut tidak terlihat lagi karena
terbuat dari kayu). Sultan juga membangun masjid, masjid tersebut berukuran
kecil, terbuat dari kayu, makanya masjid tersebut tidak bisa kita lihat lagi
sekarang ini. Dari dasar masjid inilah menjadi cikal bakal Masjid Raya
Pekanbaru di Pasar Bawah sekarang ini.
Sultan
juga membangun jalan raya tembus dari Senapelan ke Teratak Buluh. Sultan Abdul
Djalil Alamuddin Syah membangun pasar, yang aktivitasnya hanya sepekan sekali.
Belum sempat Senapelan berkembang, Sultan Abdul Djalil Alamuddin Syah wafat
pada 1765 masehi dan dimakamkan di samping Masjid Raya Pekanbaru, sekarang
dengan gelar Marhum Bukit.
Pasar
pekan dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali yang dibantu oleh
ponakannya Said Ali (Anak Said Usman). Di masa Raja Muda Muhammad Ali inilah
Senapelan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pasar yang dibangun yang
pelaksanaannya hanya sekali sepekan melahirkan kata Pekanbaru. Pekan (berarti
pasar sekali sepekan). Baru (baru dibangun saat itu). Saat itulah nama
Senapelan lama kelamaan semakin menghilang, orang lebih banyak menyebut
Pekanbaru.
Setelah
Pekanbaru menjadi ramai maka muncullah para pendatang dari pelosok negeri mulai
dari Minang Kabau, Pangkalan Kota baru, Kampar, Taluk Kuantan, Pasir Pengaraian,
dan lain-lain. Awalnya mereka berdagang, lama kelamaan mereka menetap. Dengan
menetapnya para pedagang tersebut di Pekanbaru lalu mereka melahirkan generasi
(anak, cucu, cicit). Anak, cucu, dan cicit tersebut menjadi orang Pekanbaru.
Masing-masing pedagang yang datang dan menetap di Pekanbaru membawa bahasa
serta tradisi dari asal daerah mereka masing-masing. Lalu mereka wariskan
kepada anak cucu dan cicit mereka. Dari situlah mulai kaburnya bahasa, tradisi
asli Pekanbaru yang berasal dari Kerajaan Siak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar