KEBUDAYAAN JAMBI
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki
banyak wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman
suku, adat istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal
ini sungguh sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak
wilayah, yang berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu
sama lainnya.
Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi
penerus bangsa tidak mengtehaui tentang kebudayaan dari setiap suku yang ada.
Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan
dari salah satu suku yang ada di Indonesia, itu juga karena pembahasan yang
sering dibahas selalu mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja.
Sejak ratusan tahun lalu provinsi jambi dihuni oleh etnis
melayu, seperti suku Kerinci, Suku Batin, suku Bangsa Dua Belas, suku Penghulu,
dan suku Anak dalam. Namun juga ada etnis pendatang. Perjalanan sejarah yang
dialami etnis melayu telah melatar belakangi budaya melayu di Jambi.
Setiap kebudayaan itu bersifat dinamis akan perubahan bahkan
mungkin hilang sama sekali. Penyebabnya adalah perkembangan kebudayaan,
pengaruh budaya luar, kurangnya kesadaran masyarakat, dan lemahnya jiwa
kebudayaan para remaja sebagai generasi penerus nilai-nilai kebudayaan bahkan
itu mungkin dan telah terjadi di provinsi jambi.
KEBUDAYAAN MELAYU
JAMBI
Jauh sebelum abad masehi etnis melayu setelah mengembangkan
suatu corak kebudayaan melayu pra sejarah di wilayah pengunungan dan dataran
tinggi. Masyarakat pendukung kebudayaan melayu pra sejarah adalah suku Kerinci
dan suku Batin. Orang kerinci di perkirakan telah menepati caldera danau
kerinci sekitar tahun 10.000 SM sampai tahun 2000 SM. Suku Kerinci dan termasuk
juga suku Batin adalah suku tertua di Sumatera. Mereka telah mengembangkan
kebudayaan batu seperti kebudayaan Neolitikum.
Kehadiran agama buda sekitar abad 4 M telah mendorong lahir
dan berkembangnya suatu corak kebudayaan buddhis. Kebudayaan ini di
identifikasikan sebagai corak kebudayaan melayu kuno. Masyarakat pendukung
kebudayaan melayu buddis yang masih ada di Jambi adalah suku anak dalam (kubu).
Namun peningalan momental kebudayaan melayu Buddishis adalah bangunan candi-candi
yang tersebar dikawasan daerah aliran sungai (DAS) batanghari, salah satu di
antaranya ialah situs candi muara Jambi. Pada masa kebudayaan buddhis sedang
mengalami kemunduran sekitar abad 11-14 M, maka bersamaan waktunya di daerah
jambi mulai berkembang suatu corak kebudayaan islam. Kehadiran Islam
diperkirakan pada abad 7 M dan sekitar abad 11M Islam mulai menyebar ke seluruh
lapisan masyarakat pedalaman Jambi. Dalam penyebaran Islam ini maka pulau
berhala dipandang sebagai pulau yang sangat penting dalam sejarah Islam di
Jambi. Karena sejarah mencatat bahwa dari pulau berhala itulah agama Islam
disebarkan keseluruh pelosok daerah Jambi. Kehadiran Islam ini membawa
perubahan mendasar bagi kehidupan social/ masyarakat melayu Jambi. Agama Islam
pelan-pelan tapi pasti, mulai mengeser kebudayaan melayu buddhis sampai
berkembangnya corak kebudayaan melayu Islam.Kebudayaan daerah tidak lain adalah
kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat local sebagai
pendukungnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebudayaan melayu jambi adalah
kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah etnis melayu Jambi.
BUDAYA JAMBI
1.) Rumah Adat
Rumah adat Jambi dinamakan Rumah Panggung dengan model
kajang lako. Rumah adat tersebut merupakan rumah tinggal yang terbagi dalam 8
ruangan. Ruangan tersebut adalah: pertama Jogan, merupakan tempat istirahat dan
menaruh air. Kedua Serambi Depan, merupakan ruangan untuk tamu laki-laki juga
ruangan untuk mengaji anak-anak lelaki. Ketiga, Serambi Dalam yang merupakan
tempat tidur bagi anak-anak lelaki. Keempat, Ameben Melintang yang merupakan
kamar pengantin. Kelima, Serambi Belakang yang merupakan kamar tidur bagi
anak-anak gadis. Keenam, Laren yang merupakan tempat menerima tamu wanita dan
kegiatan anak-anak remaja putri. Ketujuh, Garang yang merupakan ruangan untuk
menumbuk padi sekaligus tempat untuk menampung air. Kedelapan adalah dapur. Ada
pula ruangan yag disebut Tengganai, yaitu ruangan yang digunakan untuk
pertemuan kaum/ninik mamak.
Baca Juga Rumah Panggung Kajang Leko-Rumah Adat Provinsi
Jambi
Secara umum, bubungan rumah Kajang Lako ini mirip dengan
perahu. Jika kita cermati, bagian ujung bubungannya memiliki bentuk yang
melengkung. Tipologi rumah ini serupa dengan bangsal. Bentuknya empat persegi
panjang dengan lebar 9 metr dan panjang 12 meter. Bentuk ini dipilih bukan
tanpa arti. Empat persegi panjang mewakili fungsi rumah yang sejalan dengan
ajaran agam islam, agama yang dianut oleh suku Bathin di Jambi.
Adapun bagian-bagian utama dari rumah adat Jambi Kajang Lako
ini sebagai berikut:
Pertama adalah bubungan atau atap. Bagian ini lazim juga
dikenal dengan nama Gajah Mabuk. Nama ini diambil dari pembuat rumah ini yang
konon katanya sedang dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Bubungan atau
atap ini kadang juga dikenal dengan nama Lipat Kajang atau Potong Jerambah.
Atap rumah ini biasanya dibuat dari ijuk atau mengkuang. Ijuk ini dianyam dan
selanjutnya dilipat menjadi dua bagian.
Kasau Bentuk. Bagian ini merupakan atap rumah yang ada di
ujung paling atas. Kasau Bentuk ini ada di depan dan belakang rumah. Jika
diperhatikan, bentuknya miring. Adapun fungsinya unutk mencegah air memasuki
rumah di musim penghujan. Kasau Bentuk ini dibikin dengan panjang 60 cm dan
lebar yang mengikuti bubungan rumah.
Masinding. Bagian rumah yang satu ini berupa dinding.
Umumnya terbuat dari papan. Dinding ini dilengkapi dengan pintu. Uniknya, rumah
Kajang Lako ini mengenal 3 macam pintu antara lain pintu masinding, pintu balik
melintang serta pintu tegak. Masing-masing pintu ini memiliki karakter masing-masing.
Misalnya pintu tegak yang terletak di sebelah kiri rumah. Ia memiliki fungsi
sebagai pintu masuk. Meski bernama pintu tegak, namun setiap orang yang
melewati bagian ini pasti akan menundukkan badan sebab memang pintu ini dibuat
sangat rendah. Alasannya, menundukkan kepala merupakan penghormatan terhadap
pemilik rumah. Dengan adanya pintu tegak ini maka setiap yang memasuki rumah
“dipaksa” untuk melakukan penghormatan.
Tiang rumah Kajang
Lamo. Umumnya jumlah tiang Kajang Lamo ini berjumlah 30. Ia terdiri atas 6
riang palamban dan 24 tiang utama. Tiang utama ini disusun dalam formasi enam,
masing-masing panjangnya sekitar 4,25 meter.
Lantai rumah Kajang Lako. Bagian ini dibuat bertingkat. Pada
tingkatan pertama dikenal dengan nama lantai utama. Ia merupakan lantai yang
ada pada ruang balik melintang. Ruangan ini tidak ditempati orang sembarang
utamanya pada upacara adat. Sementara itu, lantai tingkat selanjutnya dikenal
dengan nama lantai biasa. Ia terletak di ruang balik manalam, ruang gaho,
palamban dan ruang tamu biasa.
Tabar Layar. Bagian rumah yang satu ini berfungsi sebagai
dinding sekaligus penutup rumah bagian atas agar terhindar dari tempias hujan.
Tebar Layar ini bisa dijumpai di sebelah kiri dan kanan bangunan rumah. Bahan
pembuatan Tabar Layar ini dari papan.
Panteh. Bagian rumah Kajang Lako ini merupakan tempat untuk
menyimpan benda-benda. Ia terletak di bagian atas bangunan rumah.
Pelamban. Merupakan bagian dair rumah adat Jambi yang
letaknya ada pada bagian paling depan rumah. Ia berada pada ujung sebelah kiri.
Palamban adalah bangunan tambahan. Sekilas ia mirip seperti teras. Berdasarkan
kepercayaan adat masyarakat Jambi, Palamban ini seyogyanya difungsikan sebagai
ruang tunggu untuk tamu yang belum dipersilahkan unutk memasuki rumah.
2.) Pakaian Adat
Pria dari Jambi memakai mahkota dan kalung bersusun. Ia juga
memakai pending dengan keris terselip di depan perut serta gelang emas pada
kedua belah lengan dan tangan. Baju dan celananya bersuji dengan model yang
khas dan kain songket melingkar di tengah badan.
Pakaian yang dipakai wanitanya serupa benar dengan sang pria
seperti mahkota, kalung bersusun, pending serta gelang emas pada kedua belah
lengan, tangan dan kaki. Ia juga memakai baju kurung serta kain songket.
Pakaian ini dipakai untuk upacara pernikahan.
3.) Tari-tarian Daerah Jambi
1. Tari Sekapur Sirih
Merupakan tari persembahan. Tari adat
Jambi ini banyak persamaannya dengan tari Melayu.
2. Tari Selampit Delapan
Merupakan tari pergaulan muda-mudi
dan sangat digemari di daerah Jambi.
3. Tari Rangguk
Tarian Jambi yang lincah untuk menyambut tamu.
Skin adalah sejenis keris kecil. Sesuai dengan namanya, tari
"skin" menggambarkan ketangkasan kaum wanita dalam ulah keprajuritan.
Tari ini merupakan tari kreasi yang tetap memanfaatkan perbendaharaan gerak
tari tradisi.
4. Senjata Tradisional
1.) Badik Tumbuk Lada
Badik Tumbuk Lada adalah senjata tradisional khas melayu
yang ada di Sumatera dan Kepulauan Riau serta Semenanjung Melayu. Senjata
tradisional Jambi ini bentuknya seperti badik khas Sulawesi hanya saja pada
sarung Tumbuk Lada terdapat benjolan bundar yang dihias dengan ukiran pahat.
Sarung senjata ini dilapis dengan kepingan perak yang diukir dengan pola-pola
rumit. Bentuk badik tumbu ladak juga menyerupai keris akan tetapi tidak bergelombang.
Senjata tradisional dari Jambi ini pada zaman dulu dipergunakan untuk berburu
dan berperang. Namun selain untuk berperang Tumbuk Lada pada zaman dulu juga
menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat di Jambi, Kepulauan Riau, Deli,
Siak dan Semenanjung Tanah Melayu.
2.) Keris Siginjai
Keris Siginjai adalah senjata tradisional Jambi yang dikenal
milik Raja Rangkayo Hitam, seorang raja Jambi yang gagah berani. Disebut
Siginjai karena keris ini dahulu sering disimpan dirambut Rangkayo Hitam sebagai tusuk konde (Ginjai). Sehingga
kelamaan keris ini disebut keris siginjai.
Keris Siginjai ini terbuat dari bahan-bahan berupa kayu,
emas, besi, dan nikel. Bilah/Wilahan Keris Siginjai panjang lebih kurang 39 cm
dan berlekuk (luk) 5. keris Siginjai tidak telah menjadi lambang mahkota
kesultanan Jambi sebagai lambang pemersatu rakyat Jambi. Sultan terakhir yang
memegang benda kerajaan itu adalah Sultan Achmad Zainuddin pada awal abad ke
20.
3.) Sumpit Suku Kubu
Sumpit sebagai senjata tradisional banyak dipergunakan oleh suku
adat yang ada di Indonesia. Tidak terkecuali di Jambi. Di Suku Kubu terdapat
sumpit yang dipergunakan masyarakat untuk berburu binatang.
4.) Keris Senja Merjaya
Keris Senja Merjaya menjadi koleksi Museum Nasional juga
pada November 1904 dengan nomor inventaris 10920 (E 264). Undang-Undang Piagam
dan Kisah Negeri Jambi” menyebut keris Senja Merjaya merupakan keris pemberian
Sultan Palembang kepada Pangeran Ratu Anom Martadiningrat sebagai hadiah
perkawinannya dengan putri Palembang.
5.) Suku
Suku dan marga yang terdapat didaerah Jambi adalah: Melayu,
Kerinci, Kubu, Penghulu, Bajau, Batin, Suku Anak Dalam dan lain-lain.
6.) Bahasa Daerah
Bajau,
Melayu, Kubu, dan lain-lain.
7.) Lagu Daerah
Batanghari
Dodoi Si
Dodoi
Pinang Muda
Selendang
Mayang
Timang Timang
Anaku Sayang,dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar