KEBUDAYAAN MALUKU UTARA
Maluku Utara adalah
salah satu provinsi di Indonesia.
Maluku Utara resmi terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor
46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Sebelum resmi menjadi sebuah
provinsi, Maluku Utara merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yaitu Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah.
Etimologi
Istilah Maluku pada awalanya merujuk pada
keempat pusat kesultanan di Maluku Utara, yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo.
Suatu bentuk konfederasi tertentu dari kempat kerajaan tersebut yang
kemungkinan besar muncul pada abad ke-14, disebut Moloku Kie
Raha atau "Empat Gunung Maluku". Walaupun kemudian
keempat kerajaan itu berekspansi dan mencakup seluruh wilayah Maluku Utara
(sekarang) dan sebagian wilayah Sulawesi dan Papua, namun wilayah ekspansi itu
tidak termasuk dalam istilah Maluku yang hanya merujuk pada keempat pusat
kesulatanan di Maluku Utara.
Dari segi
Etimologi arti kata Maluku memang tidak terlalu jelas, sehingga menjadi bahan
perdebatan dari berbagai pakar dan ahli. Pendapat yang umum dipakai mengatakan
bahwa istilah Maluku berasal dari bahasa Arab dengan bentuk aslinya
diperkirakan sebagai Jaziratul
Muluk, yang berarti "Negeri para Raja" (muluk adalah bentuk
jamak dari malik yang berarti raja). Dengan demikian wilayah kepulauan Ambon
dan sebagian wilayah kepulauan Banda pada masa itu tidak termasuk dalam
pengertian asli dari istilah Maluku.
Geografis
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 1.474 pulau, jumlah pulau
yang dihuni sebanyak 89 dan sisanya sebanyak 1.385 tidak berpenghuni.
Geologi
Kepulauan Maluku Utara terbentuk dari pergerakan
tiga lempeng tektonik , yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia yang terjadi sejak zaman
kapur. pergerakan ini membentuk busur kepulauan gunung api kuarter yang
membentang dari utara ke selatan di Halmahera bagian
barat, diantaranya adalah Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Moti, Pulau Mare dan Pulau Makian. Pulau Halmahera sendiri
merupakan pulau vulkanik meskipun aktivitas vulkanik yang terjadi hanya pada
sebagian wilayahnya.
Keaneka Ragaman Hayati
Maluku Utara menduduki peringkat 10 Daerah EBA (Endemic Bird Area)
terpenting dunia berdasarkan jumlah jenis burung endemik. Daerah Maluku Utara
dalam EBA ini mencakup kelompok Halmahera yang terdiri dari pulau-pulau utama yaitu Halmahera, Morotai, Bacan dan Obi,
serta jajaran pulau-pulau gunung api kecil yang memanjang dari utara ke selatan
di sebelah barat Halmahera.
Sekitar 223 spesies burung ditemukan di daerah ini, 43 spesies termasuk
endemik kawasan EBA Maluku Utara. Empat spesies diantaranya bergenus tunggal,
yaitu Habroptila, Melitorgrais, Lycocorax, dan Semioptera. Spesies ini
adalah Mandar Gendang Habroptila wallacii, Cikukua Halmahera Melitograis gilolensis, Cenderawasih Gagak Lycocorax pyrrhopterus dan Bidadari Halmahera Semioptera wallacii.
Sebelum Penjajahan
Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam
terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan
Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), yaitu:
·
Kesultanan
Bacan
·
Kesultanan Jailolo
·
Kesultanan
Tidore
·
Kesultanan Ternate
Pendudukan militer Jepang
Pada era ini, Ternate menjadi pusat kedudukan penguasa Jepang untuk
wilayah Pasifik.
Zaman kemerdekaan
Orde Lama
Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan,
kedudukannya sebagai karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun
1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II
(kabupaten).
Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19
September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk
membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan
Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti
setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta.
Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai
Katolik dan Parkindo melanjutkan
upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk
memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini
dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan
dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian
pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan
yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang konkret.
Demografi
1.) Populasi
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010 yang
dilakukan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk
Maluku Utara adalah 1.038.087 jiwa, atau meningkat 253.028 jiwa (32,23%)
dari Sensus Penduduk Indonesia 2000 yaitu
785.095 jiwa. Pertumbuhan penduduk Maluku Utara sebesar 2,47% per tahun, dengan
tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Halmahera Utara
9,67% per tahun dan yang terendah adalah Kabupaten Pulau Morotai -2,60% per
tahun.
2.) Suku
Masyarakat di Maluku Utara sangat beragam. Total ada sekitar 28 suku dan
bahasa di Maluku Utara. Mereka dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan bahasa
yang digunakan, yaitu Austronesia and non-Austronesia. Kelompok
Austronesia tinggal di bagian tengah dan timur Halmahera. Mereka diantaranya
adalah Suku Buli, Suku Maba, Suku Patani, Suku Sawai dan Suku Weda. Di Bagian Utara
dan Barat Halmahera adalah kelompok bahasa non-Austronesia terdiri dari Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Modole, Suku Togutil, Suku Pagu, Suku Waioli, Suku Ibu, Suku Sahu, Suku Ternate dan Suku Tidore. Di Kepulauan
Sula ada beberapa kelompok etnis seperti Suku Kadai, Suku Mange dan Suku Siboyo. Sebagian
besar masyarakat di daerah ini mengerti Bahasa Melayu Ternate, bahasa yang umum
digunakan untuk berkomunikasi antar suku.[10]
3.) Agama
Sebagian besar penduduk di Maluku
Utara beragama Islam,
dengan orang-orang Kristen (kebanyakan Protestan)
merupakan minoritas dengan jumlah yang signifikan. Hindu, Buddha, dan berbagai
agama lokal lainnya dipraktikkan oleh sebagian kecil dari populasi.
Menurut hasil sensus tahun 2010, 74,28% dari 1.038.087 penduduk Maluku
Utara adalah pemeluk Islam, 24,90% Protestan,
0,52% Katolik,
0,02% Hindu,
0,01% Buddha,
0,02% Konghucu,
0,01% agama lainnya, dan 0,24% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar