KEBUDAYAAN BANGKA BELITUNG
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di
Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangkadan Pulau
Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan
P. Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang
berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau
Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal
sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar
etnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini
disahkan pada tanggal 9 Februari2001. Setelah dilantiknya Pj. Gubernur yakni H.
Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas
roda pemerintahan provinsi.
Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka,
sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian
utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa
dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh
Selat Karimata.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian
dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersamaBanten dan
Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten
Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran
wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka
Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan
pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatera Selatan.
SEJARAH
Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama Pulau
Bangka berganti-ganti menjadi daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Setelah kapitulasi dengan Belanda, Kepulauan Bangka Belitung menjadi jajahan
Inggris sebagai “Duke of Island”. 20 Mei 1812 kekuasaan Inggris berakhir
setelah konvensi London 13 Agustus 1824, terjadi peralihan kekuasaan daerah
jajahan Kepulauan Bangka Belitung antara MH. Court (Inggris) dengan K. Hcyes
(Belanda) di Muntok pada 10 Desember 1816. Kekuasaan Belanda mendapat
perlawanan Depati Barin dan putranya Depati Amir yang di kenal sebagai perang
Depati Amir (1849-1851). Kekalahan perang Depati Amir menyebabkan Depati Amir
diasingkan ke Desa Air Mata Kupang NTT. Atas dasar stbl. 565, tanggal 2
Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di bentuk Resindetil Bangka Belitung
Onderhoregenheden yang dipimpin seorang residen Bangka Belitung dengan 6
Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen. Di Pulau Bangka terdapat 5
Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau Belitung
terdapat 1 Karesidenan. Di zaman Jepang, Karesidenan Bangka Belitung di
perintah oleh pemerintahan Militer Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan
Bangka Sementara pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi
menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo yang
dilantik Belanda pada 11 November 1947. Dewan Bangka merupakan Lembaga
Pemerintahan Otonomi Tinggi. Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123), Dewan
Bangka, Dewan Belitung dan Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung
dan Riau (FABERI) yang merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia
Serikat (RIS). Berdasarkan Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950 kembali
bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga berlaku
undang-undang Nomor 22 Tahun 1948. Pada tanggal 22 April 1950 oleh Pemerintah
diserahkan wilayah Bangka Belitung kepada Gubernur Sumatera Selatan Dr. Mohd.
lsa yang disaksikan oleh Perdana Menteri Dr. Hakim dan Dewan Bangka Belitung
dibubarkan. Sebagai Residen Bangka Belitung ditunjuk R. Soemardja yang
berkedudukan di Pangkalpinang.Berdasarkan UUDS 1950 dan UU Nomor 22 Tahun 1948
dan UU Darurat Nomor 4 tanggal 16 November 1956 Karesidenan Bangka Belitung
berada di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Bangka dan dibentuk juga kota kecil
Pangkalpinang. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1957 Pangkalpinang menjadi Kota
Praja. Pada tanggal 13 Mei 1971 Presiden Soeharto meresmikan Sungai Liat
sebagai ibukota Kabupaten Bangka. Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2000 wilayah
Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung menjadi Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya sejak tanggal 27 Januari 2003 Provinsi
Kepualauan Bangka Belitung mengalami pemekaran wilayah dengan menambah 4
Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, Belitung Timur dan
Bangka Selatan.
KEAGAMAAN
Penduduk Kepulauan Bangka Belitung merupakan masyarakat yang
beragama dan menjunjung tinggi kerukunan beragama. Tempat peribadatan agama di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ada sebanyak 730 masjid, 454 musala, 115
langgar, 87 gereja protestan, 30 gereja katolik, 48 vihara dan 11 centiya. Pada
pemberangkatan haji tahun 2007 jumlah jemaah haji yang terdaftar dan
diberangkatkan ke tanah suci sebanyak 1012 jemaah.
KEBUDAYAAN DAN ADAT ISTIADAT BANGKA BELITUNG
Bangka dikenal dengan
pantainya , namun Bangka pun mempunyai keragaman budaya. Dari budaya lokal hingga
budaya “Import” yang dibawa para pendatang. Keragaman budaya inilah yang
belakangan menjadi aset penting untuk mengembangkan pariwisata dalam Bangka.
Pulau Bangka dikelilingi lautan, laksana surga-surga bagi
para nelayan. Karena itu sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan. Dalam
perkembangannya, latar belakang masyarakat Bangka yang sebagian besar nelayan
itu, ternyata turut mempengaruhi pertumbuhan kebudayaan lokal. Meski saat ini
pola hidup masyarakat Bangka telah mulai bergeser, kebudayaan lokal yang
mengandung unsur nelayan masih tetap kental mewarnai sendi-sendi kehidupan
masyarakatnya. Paling tidak saat ini ada dua event budaya besar yang
berhubungan dengan nelayan, yakni, upacara rebo kasan dan buang jong. Selain
itu ada ritual-ritual budaya yang dipengaruhi unsur religi, sementara
pertunjukan kesenian Barongsai mewakili kebudayaan masyarakat pendatang
(Tionghoa)
Tapi diantara banyak ritual budaya di Bangka, upacara
sepintu sedulang boleh jadi memiliki makna yang khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar