KEBUDAYAAN KEPULAUAN RIAU
Riau, baik Riau daratan
maupun Riau kepulauan, mempunyai latar belakang sejarah yang cukup
panjang. Berbagai tinggalan
budaya masa lampau banyak ditemukan di wilayah provinsi itu. Riau Kepulauan
pernah berjaya dengan Kerajaan Riau.
Suku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke
dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan
konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam,
dan Singapura.
Suku Melayu bermukim di sebagian besar
Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand
Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang
sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah Suku
Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami
propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka
Belitung,dan Kalimantan Barat.
PROVINSI KEPULAUAN RIAU, TANJUNGPINANG
Tanjungpinang merupakan pusat kebudayaan
Melayu, hingga saat ini budaya melayu masih kental dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya Gurindam 12 yang ditulis oleh Raja Ali Haji mengangkat citra negeri ini
bahkan tersohor keseluruh negeri. Begitu juga dengan julukan kota gurindam
negeri pantun yang hingga saat ini masyarakatnya tidak pernah lupa akan sejarah
dan budaya Melayu.
Kepulauan Riau merupakan
provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi Kepulauan Riau
terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi
ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota
Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun,Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.
Budaya melayu merupakan
induk dari lahirnya kota Tanjungpinang. Dengan keramahtamahan masyarakatnya,
Tanjungpinang tidak menutup budaya lain yang ikut membangun kota ini. Dari
etnis tionghoa, jawa, medan, padang, ambon dan lain sebagainya membuat kota
tanjungpinang menjadi kaya akan keanekaragaman budaya yang dimilikinya.
Keseimbangan dalam berbudaya terus menjadi keutamaan dalam membangun
ketentraman dan keamanan masyarakat.
Utara : Malaysia dan
provinsi Kalimantan
Barat.
Timur :
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi.
Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau
terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota, 47 kecamatan serta 274 kelurahan/desa
dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil yang 30% belum bernama dan
berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km², sekitar 95% merupakan
lautan dan hanya sekitar 5% daratan.
Pulau Penyengat merupakan salah satu kawasan wisata di
Kota Tanjungpinang. Pulau seluas 3,5 km² ini berada di sebelah
barat Kota Tanjungpinang dan dapat ditempuh 15 menit dengan transportasi laut.
Pada pulau ini terdapat banyak peninggalan lama dengan wujud bangunan dan makam
yang telah dijadikan situs cagar budaya. Selain itu juga dijumpai kelenteng
atau vihara di kawasan Kampung Bugis yang sekaligus menjadi kawasan wisata
religi.
SENI TARI
Daerah Riau atau secara
administratif disebut Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki
kekayaan budaya yang beraneka ragam dari mulai sastra, musik, dan tari. Salah
satu dari kekayaan Kepri ialah Tari Melemangdan Tari Tandak.
1.) Tari
Melemang
Menurut sejarah, tari melemang merupakan
tarian tradisional yang berasal dari Tanjungpisau, Kecamatan Bintan.Tari
melemang pertama kali dimainkan sekitar abad ke-12.Ketika itu, tari Melemang
hanya dimainkan diistana Kerajaan Melayu Bentan yang pusatnya berada dibukit
batu, Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedang
beristirahat, karena merupakan istana yang ditarikan oleh para dayang kerajaan.
Namun setelah kerajaan Bentan mengalami keruntuhan tari Melemang berubah
menjadi tarian hiburan rakyat.
Tari melemang biasanya
dimainkan oleh 14 penari, diantaranya seorang pemain berperan sebagai Raja,
seorang berperan sebagai permaisuri, seorang berperan sebagai puteri, empat
orang sebagai pemusik, seorang sebagai penyanyi serta enam orang sebagai
penari, mereka menggunakan kostum bergaya melayu sesuai dengan perannya.
2.) Tari
Tandak
Tarian ini adalah tarian dan juga nyanyian.
Bentuk tariannya berupa pantun yang saling bertimbal-balik antara kelompok pria
dan wanita. Lagu atau pantun pada tarian ini berisi tentang hal-hal yang ada di
bumi atau mengenai kehidupan sehari-hari manusia. Tari tandak adalah tarian
pergaulan yang sangat digemari atau disukai di daerah Riau.Tari ini merupakan
gabungan antara seni tari dan sastra, biasanya dipertunjukan pada malam
hari.Tarian ini diawali dengan semua peserta tari tandak membentuk sebuah
lingkaran dan saling berpegangan pundak setiap peserta. Lantas para peserta
berjalan sambil mengangkat kaki dan menghentakannya ke tanah. Pada tari tandak
biasanya dipimpin oleh seorang yang disebut kepala ngejang. Kepala ngejang
bertugas sebagai pemberi irama pada gerakan tari tandak, dan berdiri di
tengah-tangah peserta dengan memainkan alat giring-giring yang berbahan
besi atau perak bercampur perunggu.
Tarian ini bertujuan agar pemuda dan pemudi mempunyai
kesempatan untuk bertemu. Pertemuan itu kadang-kadang berakhir pada jatuh
cinta.Tari Tandak menjadi media silaturahmi tempat bertemunya antara pemuda dan
pemudi antar kampung. Banyak pasangan suami istri yang bermula dari pertemuan
acara tari Tandak ini namun ada pula yang kisah cintanya tidak direstui pihak
keluarga.
Tarian ini melambangkan ikatan ikatan yang terjalin antara teman-teman yang berlainan kampung.Tarian ini juga menciptakan rasa aman antar kampung. Dalam taria ini, semua peserta bebas memilih pasangan.Karena tarian ini merupaka hiburan sekaligus silaturahmi, acara ini banyak dihadiri oleh warga, dari anak kecil hingga orang dewasa. Secara rutin acara tari tandak ini dilaksanakan setiap bulan Juli-Oktober setiap tahunnya, di mana pada bulan-bulan tersebut para petani usai melaksanakan panen.
RUMAH
ADAT
Kepulauan Riau memang sangat kaya dengan
keragaman seni dan budayanya, seperti halnya keragam bentuk dari rumah adat
yang terdapat di kabupaten dan kota di Provinsi Kepri yaitu selaso jatoh
kembar. Keragaman tersebut terjadi karena secara geografi provinsi ini
terpisahkan laut antara satu pulau dengan lainnya. Mungkin jaman dahulu faktor
tersebut menjadi akibat dari sulitnya komunikasi sehingga saling mengisolasi
diri. Maka antara satu daerah dan lainya walau agak mirip tapi bentuk budaya
dan rumahnya sedikit berbeda.
Namun dari keragaman bentuk rumah
tradisional yang terdapat di Kepri, ada kesamaan jenis dan gaya arsitektur.
Dari jenisnya, rumah tradisional ini pada umumnya adalah rumah panggung yang
berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk
rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama,
dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung
dll.
Keumuman berikutnya terletak pada arah rumah tradisional Kepri yang dibangun menghadap ke sungai. Ini terjadi karena masyarakat tardisional Kepri menggunakan sungai sebagai sarana transportasi.
Jika dideskripsikan, denah rumah adat
ini hanya memiliki Selasar di bagian depan. Tengah rumah pada bagian
tengah dengan bersekat papan antara selasar dan telo.Kemudian bentuk rumah
mengecil pada bagian telo yang berguna sebagai tempat makan, dll.Dan pada
bagian belakang terdapat dapur.
Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar
keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu
dikatakan Salaso Jatuh.Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat
diberi hiasan terutama berupa ukiran.Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang
mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang
disebutSalembayung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.Selasar dalam bahasa melayu disebut dengan Selaso.Selaso
jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar
(selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah.
Rumah Selaso Jatuh Kembar dihiasi
corak dasar Melayu umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora,
fauna, dan benda-benda angkasa.Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak
dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Padahal sejak jaman
dahulu gaya arsitektur bangunan dan seni ukir sangat kuat dipengaruhi oleh
corak Hindu-Budha. Peralihan gaya pada corak ini terjadi karena orang Melayu
pada umumnya beragama Islam. Sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan
menjurus pada hal-hal yang berbau “keberhalaan”.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik (Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain.Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran.Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
SENJATA KHAS KEPULAUAN RIAU
1.) Pedang Jenawi (Tumbuk Lada)
Sejenis Senjata
tradisional dari daerah Kepulauan Riau.pedang jenawi ini digunakan para
panglima perang dalam pertempuran. Panjang pedang ini mencapai satu meter.
Senjata lainnya adalah kelewang, digunakan prajurit tempo dulu.
Pada pangkal sarung
Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang
dipahat.Sarung senjata ini selalunya dilapis dengan kepingan perak yang diukir
dengan pola-pola rumit. Panjang bilah tumbuk lada sekitar 27 cm hingga 29 cm.
Lebar bilahnya sekitar 3.5 cm hingga 4 cm.
Dari tengah bilah sampai ke pangkalnya terdapat alur yang dalam.
Selain keris, Tumbuk Lada pada zaman dulu juga
menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat di Kepulauan Riau, Deli, Siak dan
Semenanjung Tanah Melayu.
Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran
jarak dekat.Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata
keatas ataupun mata ke bawah.
BAJU ADAT KHAS
KEPULAUAN RIAU
PRIA
Pakaian pria yang digunakan pria disebut baju teluk belanga.baju
ini dipadankan dengan celana panjang yang disuji.sehelai kain diikatkan
ditengah badan hamper menyentuh lutut.bagian kepala ditutup dengan destar atau
tanjak.pada hari pernikahan pengantin pria memakai jubah yang dilengkapi celana
panjang,kain selempang dan ikat pinggang.pengantin ini memakai tutup kepala yg
disebut ketu.
WANITA
Wanita memakai atasan berupa baju kurung dan kain selempang yang
telah disuji.bawahannya adalah kain songket dengan motif yang cantik.pakaian
ini dilengkapi dengan perhiasan berupa anting,gelang dan cincin.pakaian
pengantin dilengkapi baju telepuk dan kain cual.Sanggul kepala dihiasi tusuk
cempaka emas dan penutup dahi atau pasiani.perhiasan lain yang biasa digunakan
adalah pending gelang dan cicncin terbuat dari emas.
Siput laut merupakan
makanan khas masyarakat di Kepulauan Riau. Warga setempat menyebutnya sebagai
gonggong.Hewan laut ini banyak terdapat di Desa Lobam, Tanjung Uban, Pulau
Bintan, Kepulauan Riau.
MAKANAN KHAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Untuk mencapai daerah Tanjung Uban membutuhkan waktu perjalanan
selama 30 menit dengan menggunakan speed boat dari Batam, Ibukota Kepulauan
Riau. Perjalanan
kemudian dilanjutkan melalui darat sejauh 30 kilometer ke arah selatan Pulau
Bintan.
Di pinggir Pantai Lobam seluas 10 hektar
inilah gonggong dengan mudah dapat ditemukan ketika air laut sedang
surut.Sedikitnya setiap hari terdapat 50 warga setempat yang mencari gonggong
di pinggir pantai.
Salah seorang diantaranya nenek berusia 60
tahun bernama Karmelia. Dia mulai mencari gonggong sejak fajar menyingsing,
dengan ditemani dua orang cucunya yang telah putus sekolah.
Tak hanya gonggong yang dia dapat bersama
cucunya, tetapi juga biota laut lainnya, seperti tripang, kepiting dan udang.
Namun belakangan, gonggong yang berukuran
besar semakin sulit didapat.Kebanyakan yang ditemui gonggong berukuran
kecil.Belum lagi, pencari gonggong kini telah semakin banyak. Sehingga Karmelia
yang telah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih 20 tahun setiap hari
hanya dapat memperoleh satu hingga dua kilogram gonggong. Hasil tangkapannya dijual ke pengepul seharga
7 ribu rupiah per kg. Di pengepul gong gong
yang masih segar disimpan selama dua hari di gudang penyimpanan. Hal ini
dilakukan agar kotoran dan pasir lepas dari cangkang gonggong.
Gonggong sebenarnya dapat dijadikan alternatif warga
Kepulauan Riau mencari nafkah.Namun sayangnya, biota laut jenis Molusca ini
belum dapat dibudidayakan. Hewan ini baru terbatas berkembang biak secara
alami, karena setiap hari diambil, gonggong dapat punah.Apalagi biota laut ini
memerlukan waktu lama, sekitar 5 tahun untuk mengeraskan cangkangnya.
Balai Budi Daya Laut Departemen Kelautan
dan Perikanan Kota Batam, telah mengupayakan pelestarian gonggong dengan
melakukan usaha pelestarian di habitat aslinya di pinggir pantai.Benih gonggong
dilepas di areal seluas dua hektar untuk mengetahui pola pergerakan dan
reproduksinya.Gonggong boleh saja
semakin sulit didapat. Namun animo masyarakat makan gonggong tetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar